Dinamika Sepakbola Indonesia, Antara Optimisme dan Mati Suri




Oleh
Yamander Au Yensenem*

Reformasi sepakbola yang  diinginkan oleh pecinta sepakbola di Indonesia nampaknya tidak menghitung waktu, yah setelah mencabut sanksi pembekuan  bagi Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) pada 11 Mei, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) melalui Menpora Imam Nahrawi menginginkan adanya Kongres Luar Biasa (KLB) untuk menggantikan kepengurusan PSSI yang dipimpin oleh La Nyalla Matallitti.
Berselang sebulan kemudian atau tepatnya 21 Juni, PSSI menyanggupi menggelar rangkaian KLB yang dimulai pada 3 Agustus 2016. Kepastian ini disampaikan langsung oleh Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PSSI, Hinca Pandjaitan setelah melakukan pertemuan dengan Konferedasi Sepakbola Asia (AFC).
“Ya, kami memutuskan tanggal 3 Agustus nanti ada agenda KLB. Tujuannya yang pertama membentuk kelengkapan komite. (Tahapan) Ini belum memilih ketua,” ucap Hinca dikutip dari laman PSSI pada Selasa (21/6).
Sebelum dilakukan pemilihan Ketua Umum, akan dibentuk Komite Pemilihan yang beranggotakan tujuh orang dan Komite Banding sebanyak lima anggota. Sejatinya pembentukan Komite Pemilihan maupun Komite Banding ini ibaratnya PSSI memilih Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyaring calon ketua umum yang baru, nanti setelah tahapan ini selesai, selanjutnya pada 30 Oktober baru digelar pemilihannya.
Meski terkesan berat, hal ini harus dijalankan oleh kepengurusan saat ini karena baik FIFA maupun AFC telah menunjuk PSSI menggelar KLB, bahkan dalam surat yang diterima PSSI per tanggal 24 Juni lalu ada enam agenda yang ditugaskan oleh FIFA kepada PSSI diantaranya menetapkan Hinca Pandjaitan sebagai Plt Ketua Umum PSSI sampai kongres pemilihan berikutnya, memutuskan bahwa kongres pemilihan apakah untuk memilih Anggota Executive Commite (Exco) PSSI yang baru, atau halnya memilih dua anggota Exco dan satu ketua umum, memutuskan kongres pemilihan biasa tidak lebih dari 31 Oktober, amandemen electoral PSSI Code, menetapkan Agum Gumelar sebagai Ketua Komite Pemilihan dan menetapkan Erik Thohir sebagai Ketua Komite Banding Pemilihan.
Keputusan menggelar KLB, tidak terlepas dari desakan kelompok 85 (K-85) yang menginginkan KLB untuk menggantikan kepengurusan yang dipimpin oleh La Nyalla. K-85 sendiri sejatinya merupakan bagian dari 92 voter dari 108 voter yang memilih La Nyalla pada tahun 2015 lalu.

K-85 yang dimotori oleh Manajer Persib Bandung, Umuh Muchtar  sepak terjangnya mirip dengan Kelompok 74 (K-74) yang telah menjungkal Nurdin Halid dari kursi Ketum PSSI pada tahun 2010 dan memilih Djohar Arifin Husein pada waktu itu menjadi Ketua PSSI, nah 6 tahun kemudian muncul lah kelompok yang sama yang bakal mengakhiri rezim La Nyalla dan kawan-kawan.
Perebutan kekuasaan di tubuh PSSI ini nampaknya tidak membawa berkah bagi prestasi bagi tim nasional maupun pergelaran liga di tanah air. Bahkan Tim Nasional (Timnas) yang sebelumnya disegani di Asia bahkan pernah mengikuti Piala Dunia 1938 di Prancis dengan menggunakan nama Hindia Belanda, hingga kini bagai ayam kehilangan induknya, jangankan berprestasi di tingkat Asia, menjadi juara di tingkat ASEAN Footbal Federation (AFF) Cup saja, hingga kini Timnas belum mencatatkan hasil terbaik.
Sepak bola Indonesia berangsur mengalami penurunan. Terakhir mereka menjuarai SEA Games 1991 di Manila, Filipina. Di kualifikasi Piala Dunia, prestasi terbaik hanya diraih ketika Indonesia berhasil lolos ke putaran final. Namun harus kandas di tangan Korea Selatan dengan agregat 1-6.
Ketika itu Indonesia berhasil mengalahkan Uruguay dengan skor 2-1. Beruntung ketika itu, Indonesia memiliki pemain yang bertalenta yang sangat mumpuni seperti Ronny Paslah, Sutan Harhara, Ronny Pattinasarany, Risdianto, Andi Lala, Anjas Asmara, Waskito dan pemain bekas angkatan Soetjipto Soentoro.
Di kancah Asia Tenggara sekalipun, Indonesia belum pernah berhasil menjadi juara Piala AFF (dulu disebut Piala Tiger) dan hanya menjadi salah satu tim unggulan. Prestasi tertinggi Indonesia hanyalah tempat kedua pada tahun 2000, 2002, dan 2004, dan 2010 (dan menjadikan Indonesia negara terbanyak peraih runner-up dari seluruh negara peserta Piala AFF). Di ajang SEA Games pun Indonesia jarang meraih medali emas, yang terakhir diraih tahun 1991.
Dengan adanya pembekuan PSSI, membuat rangking Indonesia di FIFA, semakin memburuk, pernah mencapai peringkat 76 pada bulan September tahun 1998, saat ini peringkat Indonesia di rangking FIFA berada pada posisi 191 dengan 65 poin per 14 Juli 2016, hal ini tentunya tidak terlepas dari tidak adanya pertandingan internasional yang dijalani oleh Timnas Indonesia dalam setahun terakhir.
Berdasarkan peringkat untuk kawasan Asia, Indonesia hanya unggul atas dari Brunei Darussalam, yang berada di posisi ke-198. Bisa dibilang, ini menjadi peringkat terburuk Indonesia sepanjang sejarah keanggotaan mereka di FIFA. Sebelumnya, rekor terburuk itu tercipta pada periode Juni 2016, di mana Indonesia berada di posisi ke-187.
Hal ini tidak terlepas dari konflik panjang yang berujung pada pembekuan PSSI oleh Menpora, Imam Nahrawi, dengan terbebasnya Indonesia dari suspend yang dijatuhkan FIFA, diharapkan ada semangat baru untuk mengangkat kembali peringkat Indonesia di rangking FIFA. Publik tentu berharap banyak dengan keputusan PSSI yang mengangkat Alfred Riedl sebagai pelatih Timnas Indonesia, Riedl diyakini dapat memberikan dampak positif bagi Timnas Indonesia, mengingat diera kepelatihan Riedl saat menukangi Timnas Indonesia sebelumnya, Bambang Pamungkas dan kawan-kawan berhasil menjadi Runner-Up pada pergelaran Piala AFF tahun 2010.
Timnas Indonesia sejatinya harus belajar banyak dari sepakbola Wales, yah Wales sejatinya masih berada dibawah Inggris dan selalu menggunakan nama Britania Raya ketika berlaga di event internasional seperti Olimpiade, meski begitu dengan mencatatkan hasil terbaik pada Euro 2016, dengan mencapai semifinal, tentunya bukan merupakan perkara yang gampang tetapi butuh kerja keras bagaimana tidak Wales selalu berada dibawah bayang Inggris ini mencatatkan hasil terbaik sejak pertama kali tampil di Piala Dunia 1958, akhirnya 58 tahun kemudian bisa kembali berlaga di tournament besar memang keberadaan sang megah bintang Gareth Bale bisa menjadi faktor pembeda, tetapi pembinaan berkelanjutan yang dibangun oleh Asosiasi Sepakbola Wales sungguh luar biasa dan patut ditiru
Kembali ke sepakbola Indonesia, pergelaran Liga Indonesia tentunya menjadi atensi tersendiri bagi fans sepakbola di Indonesia, yang tetap menikmati sepakbola dengan mendukung tim kesayangan.
Meski kini pergelaran Liga dengan nama Torabica Soccer Champions (TSC), namun sesungguhnya tidak ada perbedaan berarti, jika menilik kedalaman tim masing-masing peserta. TSC 2016 ini  tidak jauh dari Persib Bandung, Sriwijaya FC dan tim kebangaan masyarakat Papua, Persipura Jayapura.
Untuk Persib sendiri keberadaan Sergio Van Dijk, Robertino Pugliara plus talenta lokal seperti Tantan, Zulham Zamrun diyakini bisa memberikan harapan. Jika menilik Sriwijaya FC sesungguhnya bertumpuh pada trio Brazil, Hilton Moreira, Mauricio Leal serta Alberto Goncalves.
Khusus untuk Persipura Jayapura, sendiri transformasi yang kini terjadi di tubuh Persipura mulai menunjukan hasil positif, kepercayaan kepada pemain-pemain seperti Ferinando Pahabol, Ricky Kayame, Muhammad Tahir diharapkan mampu memberikan angin segar bagi lini tengah Persipura, meskipun disatu sisi rekrutan anyar Thiago Fernandes belum menunjukan hasil positif.
Semoga Sepakbola Indonesia semakin baik lagi

Penulis adalah Wartawan Harian Cenderawasih Pos, Ketua Indonesian Football Fansclub Asosiation (IFFA) Jayapura dan Anggota Pena Real Madrid de Indonesia Regional Jayapura
                                     




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Esensi Sidang Sinode GKI dan Kemandirian Orang Papua Setelah 100 Tahun Masuknya Injil

Menakar Figur Pilkada Biak Numfor Tahun 2018

Mayjen TNI Joppye Onesimus Wayangkau