Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Menakar Figur Pilkada Biak Numfor Tahun 2018

Hiruk pikuk pilkada serentak di Kabupaten Biak Numfor tidak menghitung waktu, terlepas dari 5 tahun di Kabupaten Biak Numfor terdapat 3 orang kepala daerah, yang tentu menjadi catatan kelam bagi perjalan kabupaten tertua di kepulauan Teluk Cenderawasih tersebut, beberapa waktu lalu saya mencoba menyebutkan beberapa figur potensial dalam Pilkada Biak Numfor mendatang, kali ini saya mencoba memaparkan beberapa sosok yang bisa meramaikan Pilkada Biak Numfor tahun 2018. Menakar Bakal Calon Kontestan Pilkada Kabupaten Biak Numfor tahun 2018 (2) Oleh Yamander Yensenem Generasi Biak Rasine Berikut sedikit catatan mengenai sejumlah figur yang diprediksi bakal meramaikan pilkada Kabupaten Biak Numfor Herry Ario Naap Plus : Politisi asal Partai Demokrat ini menjadi salah satu figur yang siap untuk menjadi orang nomor satu di Biak, dari sisi pengalaman tentu kematangan sebagai anggota DPRD Biak dilanjutkan sebagai Wakil Bupati Biak dan kini menjabat sebagai Pelaksan

Berikut beberapa nama pemain yang dinaturalisasi

Berikut beberapa nama pemain yang dinaturalisasi 1. Cristian Gonzales Penyerang yang lahir di Montevideo 39 tahun silam itu menjadi pemain pertama yang dinaturalisasikan oleh PSSI pada era modern. Gonzales yang memang terus menampilkan ketajamannya di kompetisi sepak bola profesional Indonesia itu mendapat warga negara Indonesia pada 1 November 2010. Gonzales cukup memberikan warna baru bagi Timnas Indonesia berujung pada Runner Up AFF Cup 2010. 2. Kim Jeffrey Kurniawan Pemain yang berposisi sebagai gelandang ini punya darah Tionghoa-Indonesia. Lahir di Muhlacker, Jerman, Kim tumbuh dari keluarga sepak bola. Darah sepak bola didapat dari kakeknya, Kwee Hong Sing, yang merupakan bek andalan Persija Jakarta pada era 1950-an. Kim mendapat status warga negara Indonesia pada 20 Desember 2010.  3. Diego Michiels Diego Michiels terpantau PSSI setelah diketahui darah keturunan Indo-Belanda melekat pada diri pemain berusia 26 tahun itu. Sang ayah, Robbie Mich

Esensi Sidang Sinode GKI dan Kemandirian Orang Papua Setelah 100 Tahun Masuknya Injil

Gambar
Refleksi Sejarah Sidang Sinode GKI dari Sudut Pandang Pengabdian I.S.Kijne Perang Dunia II menyisakan banyak kerusakan dan penderitaan namun, bagi masyarakat Papua, Perang Dunia II membawa sebuah berkat besar termasuk didalamnya lahirlah Gereja Kristen Injili Di Tanah Papua yang dimulai dengan pra sidang Sinode di Serui dan Sidang Sinode pertama di Jayapura dan menjadi hari lahirnya GKI Di Tanah Papua. Injil telah masuk di Tanah Papua melalui Mansinam yang dibawa oleh dua utusan Zending Ottow dan Geissler tahun 1855, namun hingga tahun 1955, selama 1 abad lamanya seluruh pelayanan pekabaran Injil Di Tanah Papua masih diatur dan dilaksanakan oleh Zending Belanda, belum ada Gereja Kristen Injili Di Tanah Papua. Sejarah penginjilan di Tanah Papua sejak Ottow dan Geissler, Van Haselt Senior dan Yunior, hingga hadirnya I.S. Kijne untuk memulai misi pendidikan di Miei tahun 1925 hingga tahun 1942 sebelum meletus Perang Dunia II ( PD II ), terjadi pasang surut pekerjaan penginjilan

Pandangan GKI di Tanah Papua Terhadap HUT PI Ke – 162 Tahun

Gambar
Awal yang Penuh Tantangan, Pemberitaan Injil Terus Berlanjut Awal yang sulit dan penuh tantangan,   hal ini menggambarkan kondisi awal dari pekabaran injil di tanah Papua ketika itu, setelah pada tangal 5 Februari 1855 pukul 06.00 pagi (sekarang WIT,red), kedua rasul Tuhan, Carl Willem Ottow dan rekannya Johann G Geissler menginjakan kaki di Pulau Mansinam, dengan doa sulung, In Gotte Namen Bettraten Wir Das Land (Dengan Nama Tuhan Kami Menginjak Kami Menginjak Tanah Ini,red). Melalui doa suluh ini, menjadi sebuah era baru dimana selalu diingat dimana terang kasih Tuhan mulai terpancar di tanah Papua, kedua rasul ini bekerja tanpa lelah untuk mewartakan injil di tanah yang dijanjikan Tuhan, bagaimana tidak untuk meyakinkan masyarakat Mnukwar (Manokwari,red) yang saat itu masih hidup dalam kegelapan dan kerja keras tersebut membuahkan hasil beberapa tahun kedepan yakni pada 1 Januari 1868 dua orang wanita yakni Sara dan Margaretha menjadi orang Papua yang pertama kali